Membedah seruan kita harus kembali kepada ALQURAN dan SUNNAH (HADITS) jangan mengambil perkataan Syeikh ini dan Syeikh itu.
Untuk menjawab hal ini kita harus menanyakan kepada yang mengutarakannya beberapa hal.
1. Darimana dia mendapatkan pernyataan ini.?
Kita yakin 100% dia pasti menjawab pertanyaan ini dengan dari ustadku/syeikhku atau dari pikiranku.
Hal ini adalah sebuah kerancuan, jika dia mengatakan aku mendengarnya dari ustadzku atau dari syekhku dll berarti dia telah menggali lobang untuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak,dia menyuruh Kita untuk mengambil dari Alquran dan Sunnah sedangkan dia sendiri mengambil hal itu dari ustadznya..?!!
Dan jika dia mengatakan aku mengambilnya dari hasil pikiranku berarti dia bukan orang berilmu.
Kita tanyakan padanya sudah berapa banyak kau hapal Alquran dan hadist sehingga kau berani membuat ijtihad.? Apakah kau sudah menguasai bahasa Arab,qoedah Ushul fiqih.?? Apakah kamu lebih pintar dari ulama ulama yang sudah di akui ummah.?
2. Di zaman manakah dia hidup.?
Dia pasti menjawab bahwa dia hidup di zaman modern jauh dari zaman Rasulullah saw maupun sahabat,tabiin dan tabi' Tabiin. Lalu bagaimana mungkin bisa mengambil dari Rasulullah langsung.???
Ketika Kita mengambil perkataan Syeikh Fulan dan Fulan apa berarti kita melupakan Alquran dan sunah.?
bukan , kita mengambil dari Syeikh Fulan bukan berarti kita tidak mengambilnya dari Alquran dan Sunnah, karena Syeikh Fulan itu pun mengambil fatwanya melalui Alquran dan Sunnah juga. Karena dia lebih tahu dan lebih paham daripada kita tentang Alquran dan Sunnah.
Selanjutnya pernyataan ini akan membawa bencana sendiri dalam masyarakat, karena mereka menyuruh kita untuk mengambil langsung dari Alquran dan Sunnah sedangkan kita mengartikannya aja tidak bisa.? Ibarat makan durian, kita makan langsung apa di belah dulu.? Seperti itu jugalah hal ini.
Sahabat saja yang sudah paham bahasa Arab dan Alquran turun di saat itu justru tidak bisa memaknai Alquran dengan sendirinya,mereka butuh Rasulullah untuk menerangkannya,
Kita lihat ketika seorang sahabat yang salah paham Dengan ma'na dalam surat Al-Baqarah ayat 187 yaitu kalimat:
خيط الأبيض
Dan
خيط الأسواد
Sahabat ini malah meletakkan dua benang hitam dan putih, sampai bisa membedakan keduanya. Kemudian Rasulullah saw menjelaskan kepadanya bahwa yang di maksud adalah siang dan malam. seperti inilah para sahabat, lalu kita yang tidak hidup di zaman Nabi harus mengambil dari para pewaris Nabi (Ulama) biar tidak tersesat.
Jika kita menyuruh untuk kembali kepada Alquran dan Sunnah secara mentah mentah akan menjadi bahaya dan justru akan menyesatkan umat.
Lalu bagaimana dengan pernyataan bahwa di hadits ini seperti ini sedangkan Syeikh Fulan mengatakan begini.?
Untuk menjawab hal ini, perlu kita jelaskan bahwa hal yang baik tidak akan pernah berlawanan.
Selanjutnya setelah itu kita harus menjelaskan bahwa ketika dia mengatakan di hadits seperti ini sedangkan dia menerangkan hadits melalui Syarah si Fulan, lalu dia mengatakan jika mengambil dari Syeikh Fulan itu tidak boleh, kita harus kembali pada Alquran dan Sunnah (padahal dia menerangkan Alquran dan Sunnah menggunakan Syarah/keterangan salah satu Syeikh ) apakah itu yang di sebut kembali kepada Alquran dan Sunnah.? Lalu mengatakan yang mengambil fatwa Syeikh lain di sebut sesat .? Padahal Syeikh ini juga berfatwa sesuai Alquran dan Sunnah.??
Untuk menjawab hal ini kita harus menanyakan kepada yang mengutarakannya beberapa hal.
1. Darimana dia mendapatkan pernyataan ini.?
Kita yakin 100% dia pasti menjawab pertanyaan ini dengan dari ustadku/syeikhku atau dari pikiranku.
Hal ini adalah sebuah kerancuan, jika dia mengatakan aku mendengarnya dari ustadzku atau dari syekhku dll berarti dia telah menggali lobang untuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak,dia menyuruh Kita untuk mengambil dari Alquran dan Sunnah sedangkan dia sendiri mengambil hal itu dari ustadznya..?!!
Dan jika dia mengatakan aku mengambilnya dari hasil pikiranku berarti dia bukan orang berilmu.
Kita tanyakan padanya sudah berapa banyak kau hapal Alquran dan hadist sehingga kau berani membuat ijtihad.? Apakah kau sudah menguasai bahasa Arab,qoedah Ushul fiqih.?? Apakah kamu lebih pintar dari ulama ulama yang sudah di akui ummah.?
2. Di zaman manakah dia hidup.?
Dia pasti menjawab bahwa dia hidup di zaman modern jauh dari zaman Rasulullah saw maupun sahabat,tabiin dan tabi' Tabiin. Lalu bagaimana mungkin bisa mengambil dari Rasulullah langsung.???
Ketika Kita mengambil perkataan Syeikh Fulan dan Fulan apa berarti kita melupakan Alquran dan sunah.?
bukan , kita mengambil dari Syeikh Fulan bukan berarti kita tidak mengambilnya dari Alquran dan Sunnah, karena Syeikh Fulan itu pun mengambil fatwanya melalui Alquran dan Sunnah juga. Karena dia lebih tahu dan lebih paham daripada kita tentang Alquran dan Sunnah.
Selanjutnya pernyataan ini akan membawa bencana sendiri dalam masyarakat, karena mereka menyuruh kita untuk mengambil langsung dari Alquran dan Sunnah sedangkan kita mengartikannya aja tidak bisa.? Ibarat makan durian, kita makan langsung apa di belah dulu.? Seperti itu jugalah hal ini.
Sahabat saja yang sudah paham bahasa Arab dan Alquran turun di saat itu justru tidak bisa memaknai Alquran dengan sendirinya,mereka butuh Rasulullah untuk menerangkannya,
Kita lihat ketika seorang sahabat yang salah paham Dengan ma'na dalam surat Al-Baqarah ayat 187 yaitu kalimat:
خيط الأبيض
Dan
خيط الأسواد
Sahabat ini malah meletakkan dua benang hitam dan putih, sampai bisa membedakan keduanya. Kemudian Rasulullah saw menjelaskan kepadanya bahwa yang di maksud adalah siang dan malam. seperti inilah para sahabat, lalu kita yang tidak hidup di zaman Nabi harus mengambil dari para pewaris Nabi (Ulama) biar tidak tersesat.
Jika kita menyuruh untuk kembali kepada Alquran dan Sunnah secara mentah mentah akan menjadi bahaya dan justru akan menyesatkan umat.
Lalu bagaimana dengan pernyataan bahwa di hadits ini seperti ini sedangkan Syeikh Fulan mengatakan begini.?
Untuk menjawab hal ini, perlu kita jelaskan bahwa hal yang baik tidak akan pernah berlawanan.
Selanjutnya setelah itu kita harus menjelaskan bahwa ketika dia mengatakan di hadits seperti ini sedangkan dia menerangkan hadits melalui Syarah si Fulan, lalu dia mengatakan jika mengambil dari Syeikh Fulan itu tidak boleh, kita harus kembali pada Alquran dan Sunnah (padahal dia menerangkan Alquran dan Sunnah menggunakan Syarah/keterangan salah satu Syeikh ) apakah itu yang di sebut kembali kepada Alquran dan Sunnah.? Lalu mengatakan yang mengambil fatwa Syeikh lain di sebut sesat .? Padahal Syeikh ini juga berfatwa sesuai Alquran dan Sunnah.??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar